Siang itu tadi temanku tiba-tiba nelpon. Makan siang yuk, ajaknya. Oke,
jawabku. So she picked me up at the lobby of Jakarta Stock Exchange
Building.
Selepas SCBD, kami masih belum ada ide mau makan dimana. Ide ke soto Pak
Sadi segera terpatahkan begitu melihat bahwa yang parkir sudah sampai
sebrang-sebrang.
Akhirnya kami memutuskan makan gado-gado di Kertanegara. Bisa makan di
mobil soalnya sampai di sana masih sepi. Baru ada beberapa mobil. Kami
masih
bisa milih parkir yang enak. Mungkin karena masih pada jumatan. Begitu
parkir,
seperti biasa, joki gado-gado sudah menanyakan mau makan apa, minum apa.
Kami pesan dua porsi gado-gado + teh botol. Sambil menunggu pesanan, kami
pun ngobrol. So, ketika tiba2 ada seorang pemuda lusuh nongol di jendela
mobil kami, kami agak kaget.
"Semir om?" tanyanya. Aku lirik sepatuku. Ugh, kapan ya terakhir aku
nyemir sepatuku sendiri? Aku sendiri lupa. Saking lamanya. Maklum, aku kan
karyawan sok sibuk...Tanpa sadar tangan ku membuka sepatu dan
memberikannya pada
dia.
Dia menerimanya lalu membawanya ke emperan sebuah rumah. Tempat yang
terlihat dari tempat kami parkir. Tempat yang cukup teduh. Mungkin supaya
nyemirnya nyaman.
Pesanan kami pun datang. Kami makan sambil ngobrol. Sambil memperhatikan
pemuda tadi nyemir sepatu ku. Pembicaraan pun bergeser ke pemuda itu. Umur
sekitar 20-an. Terlalu tua untuk jadi penyemir sepatu. Biasanya pemuda
umur segitu kalo tidak jadi tukang parkir or jadi kernet,ya jadi pak ogah.
Pandangan matanya kosong. Absent minded. Seperti orang sedih. Seperti ada
yang dipikirkan. Tangannya seperti menyemir secara otomatis. Kadang2
matanya melayang ke arah mobil-mobil yang hendak parkir (sudah mulai
ramai).
Lalu pandangannya kembali kosong. Perbincangan kami mulai ngelantur
kemana-mana. Tentang kira2 umur dia berapa, pagi tadi dia mandi apa
enggak, kenapa dia jadi penyemir dll. Kami masih makan saat dia selesai
menyemir.
Dia menyerahkan sepatunya pada ku. Belum lagi dia kubayar, dia bergerak
menjauh, menuju mobil-mobil yang parkir sesudah kami.
Mata kami lekat padanya. Kami melihatnya mendekati sebuah mobil.
Menawarkan jasa. Ditolak. Nyengir. Kelihatannya dia memendam kesedihan.
Pergi ke
mobil satunya. Ditolak lagi. Melangkah lagi dengan gontai ke mobil
lainnya.
Menawarkan lagi. Ditolak lagi. Dan setiap kali dia ditolak, sepertinya
kami juga merasakan penolakan itu.
Sepertinya sekarang kami jadi ikut menyelami apa yang dia rasakan.
Tiba-tiba kami tersadar. Konyol ah. Who said life would be fair anyway.
Kenapa jadi
kita yang mengharapkan bahwa semua orang harus menyemir? Hihihi...
Perbincangan pun bergeser ke topik lain. Di kejauhan aku masih bisa
melihat pemuda tadi, masih menenteng kotak semirnya di satu tangan,
mendapatkan
penolakan dari satu mobil ke mobil lainnya. Bahkan, selain penolakan,di
beberapa mobil, dia juga mendapat pandangan curiga.
Akhirnya dia kembali ke bawah pohon. Duduk di atas kotak semirnya.
Tertunduk lesu...Kami pun selesai makan. Ah, iya. Penyemir tadi belum aku
bayar.
Kulambai dia. Kutarik 2 buah lembaran ribuan dari kantong kemejaku. Uang
sisa parkir. Lalu kuberikan kepadanya. Soalnya setahu ku jasa nyemir
biasanya 2 ribu rupiah
Dia berkata kalem "Kebanyakan om. Seribu aja".
BOOM. Jawaban itu tiba-tiba serasa petir di hatiku.
It-just-does- not-compute- with-my-logic!
Bayangkan, orang seperti dia masih berani menolak uang yang bukan hak-nya.
Aku masih terbengong-bengong waktu nerima uang seribu rupiah yang dia
kembalikan. Se-ri-bu Ru-pi-ah. Bisa buat apa sih sekarang? But, dia merasa
cukup dibayar segitu. Pikiranku tiba-tiba melayang. Tiba-tiba aku merasa
ngeri. Betapa aku masih sedemikian kerdil. Betapa aku masih suka merasa
kurang dengan gaji ku. Padahal keadaanku sudah sangat jauh lebih baik dari
dia.
Tuhan sudah sedemikian baik bagiku, tapi perilaku-ku belum seberapa
dibandingkan dengan pemuda itu, yang dalam kekurangannya, masih mau
memberi, ke aku, yang sudah berkelebihan.
Siang ini aku merasa mendapat pelajaran berharga.
Siang ini aku seperti diingatkan.
Bahwa kejujuran itu langka.
Bahwa kepuasan itu adanya di rasa syukur.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar